Dalam respon wabah Campak di Sumenep, nakes sering ditantang warga: ‘Kalau anak saya kenapa-kenapa setelah imunisasi, siapa tanggung jawab?’
Ada yang mencoba menjawab dengan menyebut bahwa ini program pemerintah, jadi negara yang tanggung jawab. Ada juga yang akhirnya menyerah dan langsung menyodorkan formulir penolakan untuk ditandatangani orang tua.
Padahal, warga yang bertanya begitu tidak selalu termasuk kelompok penolak. Kebanyakan justru kelompok ragu-ragu. Kalau salah pendekatan, mereka bisa terlihat seperti menolak. Tapi kalau tepat, mereka bisa diajak.
Lalu bagaimana cara menanggapinya?
Pertama, siapkan mental
Kalau orang Betawi bilang: “Lo jual nggak gue beli”.
Artinya, jangan gampang kesulut emosi atau malah jadi minder. Tetap tenang, senyum, dan percaya diri.
Kedua, gunakan pendekatan D-A-K
👉 Dengarkan dulu sambil tanya-tanya, jangan langsung mengoreksi
👉 Apresiasi kekhawatiran orang tua
👉 Baru klarifikasi dengan bahasa sederhana
Contoh respon #1
Dengarkan dulu maksud orang tua sambil tanya-tanya:
”Kalau menurut Bu Lesti, memang apa yang dikhawatirkan mungkin terjadi pada anak ibu setelah imunisasi?”
Misal orang tua menjawab:
“Saya dengar-dengar kemarin dari beberapa teman, anak yang diimunisasi malah jadi sakit. Demam badannya, ada juga yang sampai nggak masuk sekolah.”
Lanjut apresiasi:
“Bagus itu Bu Lesti, sudah cari-cari informasi tentang anak yang diimunisasi. Saya sepakat, tujuan kita sama: anak jangan sampai sakit.”
Contoh respon #2
Dengarkan:
”Kalau boleh bertanya, tanggung jawab apa kira-kira yang saya perlu berikan untuk Bu Lesti dan anak ibu?”
Misal orang tua menjawab:
“Misalnya nanti kalau anak saya demam, memangnya puskesmas mau tanggung jawab?”
Lanjut Apresiasi:
“Kekhawatiran Bu Lesti itu penting sekali. Jangan sampai anak cuma asal disuntik tanpa ada yang mendampingi.”
Bila obrolan sudah makin santai, minta izin menjelaskan. Hindari penjelasan yang abstrak.
Jangan buru-buru jelaskan soal KIPI dengan istilah medis. Jangan juga bilang “ini program pemerintah, jadi akan ditanggung negara”. Itu terlalu abstrak bagi warga.
Lebih baik jelaskan dengan contoh konkret sehari-hari:
“Bu Lesti, boleh saya tambah sedikit cerita ya. Setelah imunisasi, tubuh memang bisa bereaksi. Sama seperti orang makan nasi, ada yang sudah kenyang sepiring, ada yang perlu nambah. Atau saat makan sambal, ada yang sedikit saja langsung kepedesan, ada yang malah minta tambah lagi. Jadi respon tiap orang bisa beda, tapi tetap aman. Respon itu tanda tubuh sedang melatih kekebalan supaya siap melawan penyakit yang berbahaya.”
Berikan Solusi Konkret
Agar warga tenang, sampaikan langkah praktis bila muncul keluhan:
- Bila demam → beri obat penurun panas, atau datang ke puskesmas.
- Bila nyeri/bengkak di tempat suntikan → kompres dingin di rumah.
- Bila ada keluhan lain → segera datang ke puskesmas, akan diperiksa dan diobati sesuai keluhan.
Ingat, warga yang bertanya keras belum tentu menolak. Mereka hanya butuh didengar, dihargai, dan diyakinkan.
Penulis: Basra Amru dan Risang Rimbatmaja