Persepsi Penyakit Mematikan Perempuan

Sumber Gambar: Survei UNICEF Nielsen Kwartal 4 2024
Sumber Gambar: Survei UNICEF Nielsen Kwartal 4 2024

Penyakit apa saja yang menurut publik paling mematikan bagi perempuan?

UNICEF Nielsen Kwartal 4 2024 melempar pertanyaan itu pada 2000 responden yang berdomisili di Medan, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Temuannya, penyakit kanker mendominasi jawaban.

Kanker mendominasi daftar 5 penyakit paling mematikan bagi perempuan. Sekitar 30% menyebut kanker payudara, 26% kanker secara umum, dan 19% kanker serviks.

Selain kanker, satu-satunya penyakit yang masuk daftar adalah jantung (23%). Dan seperti terlihat pada diagram, tidak tahu mendapatkan jawaban sekitar 26% dari total responden.

Dari perspektif epidemiologi, pengetahuan publik di atas jelas tidak merefleksikan kenyataan yang sesungguhnya. Karena, selain jantung, mestinya ada penyakit-penyakit lain, seperti stroke, diabetes, hipertensi, atau TBC.

Tapi bagi edukator yang fokus untuk perubahan perilaku, pola pengetahuan publik di atas berarti, setidaknya, dua hal:

Pertama, edukasi pencegahan kanker, khususnya bagi perempuan, sebetulnya sudah memiliki modal kuat karena isu itu sudah menjadi agenda publik atau publik telah memprioritaskan atau menganggap penting. Dengan modal itu, edukasi perilaku-perilaku pencegahan kanker mestinya jadi jauh lebih mudah dibandingkan edukasi perilaku pencegahan penyakit-penyakit lain.

Kedua, edukasi perilaku-perilaku lain dapat menumpang isu kanker. Makan makanan bergizi seimbang bisa dikaitkan dengan pencegahan kanker. Olahraga atau aktivitas fisik minimal 30 menit pada kelompok ibu dapat dimotivasi dengan tujuan mencegah kanker. Demikian juga dengan menjauhi asap rokok (perokok pasif), tidur cukup, tidak stress, dan lain-lain.

Agenda publik tentang kanker pun potensial dimanfaatkan untuk edukasi pada kelompok bapak-bapak. Dari pada menyampaikan, “Merokok berbahaya karena merusak paru-paru Bapak”, lebih beresonansi bila dikatakan, “Merokoknya Bapak bisa membuat ibu kanker paru.”


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait

Fitur Aksesibilitas