Membentuk Kebiasaan Minum Obat TBC (pengobatan jangka panjang)

Sumber Gambar: Canva
Sumber Gambar: Canva

Pengobatan Tuberkulosis (TBC) membutuhkan waktu tidak sebentar. Pasien TBC SO (Sensitif Obat) perlu minum OAT (Obat Anti Tuberkulosis) sampai 6 bulan. Pasien TBC RO (Resisten Obat), bisa sampai 2 tahun.

Perilaku jangka panjang tidak bisa mengandalkan motivasi atau tekad kuat. Alasannya, motivasi itu turun naik. Kalau motivasi turun, pasien jadi enggan minum obat. Kalau naik, jadi disiplin lagi.

Beragam masalah dapat membuat motivasi turun, seperti mengalami efek samping yang mengganggu, cekcok rumah tangga, dipinggirkan dalam pekerjaan, atau menerima perlakukan stigmatif. Karena hal-hal itu, pasien akan meragukan pentingnya pengobatan atau memandangnya bukan prioritas dibandingkan masalah-masalah itu.

Karena itu, minum OAT tak bisa hanya mengandalkan motivasi tapi mesti dibuat jadi kebiasaan (habit). Motivasi bagus untuk memulai perilaku. Untuk memelihara, perilaku mesti jadi kebiasaan.

Bedanya dengan perilaku berulang biasa atau rutinitas adalah kebiasaan sudah melupakan atau tidak lagi mengandalkan motivasi. Pasien sudah tidak ingat tujuan minum obat. Awalnya, minum obat demi anak istri. Lalu, jadi autopilot. Dilakukan saja. Just do it. Tanpa menyadari tujuannya.

Teori FBM (Fogg Behaviour Model) memberi panduan membentuk kebiasaan. Ada 3 langkah berulang (berputar lagi) yang perlu dilakukan, yaitu:

  1. Menentukan dan mengikuti penanda/ pengingat/ panggilan bagi seseorang untuk melakukan perilaku (Prof Fogg mengistilahkannya dengan trigger/ prompt/ signal/ cue/ anchor)
  2. Melakukan perilaku itu.
  3. Selebrasi/ merayakan/ memberi reward secara instan atau langsung setelah melakukan perilaku dengan mengucapkan kata-kata merayakan yang positif; gerakan dan raut wajah yang mendukung; dan/ atau membayangkan hal positif. Intinya, selebrasi instan mesti membuat hati senang.

Edukator dapat mengaplikasikan FBM untuk membiasakan pasien minum OAT, kurang lebih sebagai berikut:

1.⁠ ⁠Diskusi dengan pasien membahas waktu nyaman minum obat dan apa tanda-tanda yang bisa mendahului/ menandai waktu yang dimaksud. Tanda yang muncul secara berulang, stabil, semisal anak pergi ke sekolah, suara adzan, anak pulang sekolah, makan siang, suami pulang, atau lainnya. Bila sulit ditemukan, bisa juga menggunakan tanda buatan seperti alarm jam.

2.⁠ ⁠Setelah menemukan dan menyepakati, bantu pasien mengingatnya. “Jadi, setelah anak-anak pergi ke sekolah, minum obat. Setelah apa, bu?; “Coba disampaikan dalam hati, anak-anak ke sekolah, minum obat.”

3.⁠ ⁠Sampaikan, setelah tanda itu muncul, langsung saja minum. Tak perlu mikir. Minum saja.

4.⁠ ⁠Ajak membuat selebrasi setelah minum: Kata-kata positif (pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa, kalimat ekspresi sukses atau berhasil atau lainnya); gerakan mendukung (elus dada, kepalkan tangan, tangan berdoa, atau lainnya), dan bayangkan situasi positif (bermain bersama anak atau lainnya).

5.⁠ ⁠Ajak pasien mengingat 3 tahap berulang/ muter di atas dan minta dia menerapkannya.

6.⁠ ⁠Dalam pendampingan berikutnya, tanyakan pengalaman pasien menerapkan 3 langkah itu, ingatkan, dan beri motivasi.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait