Variabel independen kedua dalam TPB (Theory of Planned Behaviour/ Teori Perilaku yang Direncanakan) adalah norma subjektif.
Norma kok subjektif? Bukankah norma itu di luar orang-perorangan? Mempengaruhi orang?
Nah, itu dia. TPB itu kan teori individual-rasional. Jadi, tidak ada sesuatu di luar orang-perorangan yang dapat mempengaruhi kecuali orang itu sendiri yang menentukan.
Norma subjektif bicara tentang dua hal. Pertama, persepsi orang tentang bagaimana sikap orang-orang atau kelompok rujukan terhadap suatu perilaku. Orang-orang atau kelompok rujukan di sini juga disebut sebagai significant others. Yang kedua, keinginan orang itu untuk mengikuti atau tidak mengikuti sikap significant others.
Agar optimal menjadi faktor perubahan perilaku, norma subjektif mesti positif. Maksudnya, significant others di sekitar seseorang mendukung perilaku yang dipromosikan dan orang itu pun ingin mengikuti saran significant others.
Namun selalu ada kemungkinan lain. Significant others tidak mendukung dan orang ingin ikuti significant others. Norma subjektif menjadi negatif dan bila demikian, perilaku yang diharapkan sulit berkembang.
Bagaimana kalau significant others mendukung perilaku tapi sebetulnya orang tidak ingin ikuti dia? Atau, bisa juga, significant others tidak mendukung tapi orang juga sebetulnya tidak ikuti dia?
Dalam sudut pandang teori individual-rasional, di sini ada persoalan kredibilitas significant others. Yang kerap terjadi, bukan kredibilitas di bidang kesehariannya tapi di bidang baru. Misalnya tokoh agama di kampung. Tokoh agama diikuti nasihatnya oleh warga tapi tidak untuk semua hal. Untuk urusan masak memasak, orang akan berpaling ke tukang masak. Demikian juga kesehatan anak. Di beberapa kelompok warga, urusan kesehatan anak adalah wilayah khusus tenaga kesehatan, kader, atau bahkan perempuan. Kalau tokoh agama berbicara tentang kesehatan anak, apalagi dengan gaya orang kesehatan dan urusan teknis pula, orang dapat menganggapnya “keluar dari jalurnya.” Atau bicara bukan di bidangnya. Ada kemungkinan orang tidak ingin mengikuti sarannya.
Memahami norma subjektif dapat memberi masukan tentang siapa khalayak sekunder atau komunikator yang mesti disasar dan bagaimana menyiapkan mereka.
Kalau significant others-nya tidak mendukung dan orang-orang mengikuti mereka, maka program harus mengarahkan perhatian terlebih dahulu ke significant others itu.
Kalau significant others-nya tidak mendukung tapi orang-orang tidak mengikuti saran mereka dan malah memilih perilaku sehat, ya sudah tidak apa-apa. Tidak perlu disentuh dulu.
Kalau significant others mendukung perilaku tapi orang-orang tidak mengikuti mereka, maka perlu ada polesan pada sisi significant others, seperti dengan meningkatkan kredibilitas atau kecakapan komunikasi sehingga mereka bisa masuk ke jalur semestinya.
Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia