Pesan Yang Fokus

Pesan yang fokus

Kata para ahli, pesan yang hendak disampaikan mesti fokus. Jangan kebanyakan. Jangan kemana-mana. Angkat satu atau beberapa hal yang diduga dapat mengubah perilaku warga.

Agar fokus, kita perlu tahu apa masalah perilaku dan apa yang bisa dijadikan sumber motivasi.

Sebagai contoh, cuci tangan pakai sabun.

Riset di tahun 2000an awal, yang mungkin saja masih valid sampai sekarang, menemukan kebanyakan ibu balita sudah cuci tangan, termasuk di waktu-waktu penting (terpapar waktu bakteri E-coli, seperti setelah BAB, setelah membersihkan pantat anak, sebelum makan, sebelum menyuapi makan dan sebelum mempersiapkan makanan). Masalahnya adalah mencuci tangannya tidak pakai sabun alias pakai air saja. Perilaku yang benar, seperti ditemukan sebuah lembaga dari survei 15 kota, hanya 5% ibu balita yang cuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting.

Alasannya adalah ibu balita memandang pakai air saja sudah cukup karena tangannya dianggap bersih (karena tidak terlihat kotor, berbau, atau berasa kotor) dan lupa (tidak menganggap penting).

Dengan pemahaman di atas maka edukasi cuci tangan pakai sabun jangan melebar kemana-mana. Fokus saja di penggunaan sabun. Jangan “diganggu” dengan pesan mengenai 5 waktu penting cuci tangan pakai sabun atau 7 langkah mencuci tangan pakai sabun. Atau, selain masalah penggunaan sabun, sampaikan saja cepat dan ringkas selayaknya info tambahan.

Terkait dengan sumber motivasi, bisa difokuskan pada tangan yang terlihat bersih belum tentu bersih dari kuman penyakit. Apa kuman bisa terlihat?

Contoh lain: minum obat.

Umumnya orang cenderung mudah memulai minum obat. Masalahnya adalah konsistensi sampai habis. Obat TB (regular) diminum sebulan, setelah badan segar, berhenti. Padahal mestinya 6 bulan.

Maka, pesannya bisa fokus tentang minum obat bukan untuk merasa segar. Karena, kalau sudah minum 1 bulan memang badan segar karena kumannya pingsan. Tapi baru pingsan. Alias, bisa bangkit lagi. Kalau bangkit, nanti dia kebal obat dan kita mesti meminum obat yang lebih keras. Obat lebih keras artinya efek sampingnya pun lebih keras.

Bagaimana bisa tahu fokusnya apa? Dengan kata lain, bagaimana kita bisa tahu masalah utama perilaku yang disasar dan sumber motivasinya?

Kalau punya dana besar, kontrak peneliti. Tapi kalau tak ada, jadilah teman ngobrol yang baik.

Ngobrol-ngobrol saja dengan beberapa sampel ibu balita. Santai. Jangan bersikap menyalahkan apalagi menghakimi, yang membuat ibu balita enggan bercerita terbuka. Sambil ngobrol santai, selipkan pertanyaan-pertanyaan untuk menguak perilaku dan alasannya.

Bagaimana pertanyaanya, kita bahas dalam artikel berikutnya ya.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait