Edukasi Kelompok Kurang Terorganisir

Sumber Foto: Dokumentasi Kelas Ibu Hamil Forum KAP di Kota Bekasi, 2025
Sumber Foto: Dokumentasi Kelas Ibu Hamil Forum KAP di Kota Bekasi, 2025

Kelihatannya definisi kelompok edukasi yang terorganisir dan tidak/ kurang terorganisir perlu direvisi. Selama ini, yang digunakan untuk membedakan adalah tujuan kedatangan partisipan. Kelompok edukasi terorganisir adalah mereka yang datang ke pertemuan dengan tujuan mengikuti edukasi sehingga perhatian yang diberikan lebih fokus. Sementara, yang tidak/ kurang terorganisir adalah mereka yang berkumpul tidak dengan tujuan mengikuti edukasi sehingga tidak dapat disalahkan bila perhatian mereka ke sana ke mari alias tidak fokus menyimak edukator.

Ternyata tujuan tak menentukan fokus. Seperti di kelas ibu balita yang barusan diobservasi. Meski diundang untuk sesi edukasi, karena mengurusi anak yang nangis atau ke sana kemari atau diajak mengobrol ibu lain, perhatian ibu-ibu tidak bisa sepenuhnya fokus pada edukator.

Dengan begitu, definisi terorganisir atau tidak/ kurang terorganisir lebih tepat didasarkan pada situasi yang berlangsung, yaitu fokus yang diberikan partisipan pada edukator dan tidak selalu berdasarkan tujuan kehadiran. Karena dalam situasi lain, misalnya akibat keramaian, konsentrasi orang-orang yang diundang pun bisa pecah tercerai-berai.

Dengan patokan situasi yang berlaku, edukator dapat menerapkan proses dan teknik-teknik yang pas sesuai situasi berlaku. Untuk kelompok edukasi tidak/ kurang terorganisir, edukator dapat mempertimbangkan elemen-elemen berikut.

Refocusing atau cara-cara untuk menarik perhatian kembali ke edukator. Bisa dengan 1) sapa-balas (Halo! Hai!), 2) Yel-yel (Ibu pintar? Anak lebih pintar!; Tepuk belajar!), 3) Permainan lagu gerak (singkat), 4) pernyataan keliru, 5) melengkapi pernyataan edukator, 6) jeda hening – nonverbal, dan lain-lain.

Pesan kunci atau pesan tentang solusi atau deteksi masalah yang perlu dipahami dan dihafal partisipan. Caranya dengan repitisi, rima/ irama, elaborasi, dan visualisasi.

Cerita singkat + perumpamaan agar pembelajaran mudah dipahami, dibayangkan, dan diingat.

Kegiatan bergerak dan bersuara bersama. Jangan sampai partisipan diam apalagi diam di tempat. Sesekali buat mereka bergerak dan bersuara bersama, entah dengan pengelompokkan, permainan, bernyanyi dan bergerak bersama, membaca bergantian/ bersama, ngobrol kelompok, atau lainnya.

Bagi sedikit panggung. Pada kelompok yang tidak/ kurang terorganisir, jangan berharap partisipasi yang meluas dan mendalam. Situasinya sulit. Namun, edukator mesti tetap membuka ruang, misalnya dengan sesi tanya jawab, sharing partisipan, diskusi kelompok kecil atau pasangan, dan lain-lain.

Walau singkat, selalu mulai dengan pemanasan. Buat partisipan tertawa-tawa, nyaman, saling mengenal, termasuk pada edukatornya. Lempar pertanyaan-pertanyaan mudah sehingga partisipan berani membuka mulut. Jangan mulai dengan pertanyaan sulit (bagaimana pertumbuhan dikatakan naik?), pertanyaan memojokkan (misalnya, siapa yang baca buku KIA?) atau pre-test post test.

Fokus pada tujuan perubahan perilaku/ sikap bukan pengayaan kognitif. Dengan demikian, edukator perlu memilih pesan yang relavan dengan sumber motivasi partisipan dan fokus menjalankan skenario untuk mencapainya.

Untuk contoh skenario, kita bahas dalam artikel selanjutnya, ya.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Forum KAP

Artikel Terkait

Fitur Aksesibilitas