Bertanya Basa-Basi

Bertanya Basa-Basi

Bertanya tak selalu hasilkan komunikasi. Bertanya juga bisa merusak komunikasi. Salah satunya dengan bertanya basa-basi.

Sebagian kita mungkin pernah didekati rekan penjual asuransi, MLM atau lainnya. Kebanyakan rekan itu memulai dengan bertanya-tanya.

“Kalau boleh tahu, selama ini investasi ibu dalam bentuk apa saja?”

Kemudian kita menanggapi. Menceritakan investasi yang dilakukan. Namun, jawaban kita dijadikan batu loncatan mengenalkan produk. Batu dalam pengertian diinjak, ditunjukkan kekurangannya, keluarlah jurusnya:

“Kelebihan yang kami dibandingkan yang investasi ibu adalah…..”

Sebagian terpicu mendebat tapi kebanyakan diam membiarkannya bicara. Mendengarkan ocehan panjang lebar tapi masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Kita menutup pagar saat mendapatkan pertanyaan basa-basi.

Siapa pun, termasuk tenaga kesehatan bisa terjebak bertanya basa-basi, bertanya yang tidak diikuti dengan perilaku mendengarkan. Bertanya sebagai batu loncatan menyampaikan pesan tertentu.

“Ibu Rini, boleh saya tahu, apa yang ibu rasakan?”

Lalu si Ibu cerita panjang lebar. Nakes diam. Lalu, tiba-tiba mengatakan:

“Ayo, silahkan berbaring, yuk. Diperiksa dulu.”

Cerita panjang lebar diabaikan. Ya, mungkin nakes telah mendengarkan tapi bila diam, Si Ibu tidak tahu. Kalau begitu, mana mungkin Si Ibu merasa dihargai?

Agar tidak terjebak bertanya basa-basi, setiap mendapat jawaban, nakes mesti mendengarkan. Mendengarkan bukan diam tapi ditunjukkan.

Pertama, secara nonverbal. Mata berkontak, tidak kemana-mana. Kepala mengangguk-angguk. Alis atau mulut pun bisa ikut merespon.

Kedua, adalah menyambungkan. Bisa dengan meminta contoh, rincian, penggambaran, dan lain-lain. Bisa juga memantulkan (mirroring), menyebut kembali kata kunci. Atau, mengungkapkan kembali cerita dalam format lebih ringkas diakhiri pertanyaan untuk mengonfirmasi (paraphrase).

“Oh, pusing? Pusingnya bagaimana?”

“Oh, jadi pusingnya muncul kalau Ibu Rini habis duduk lama lebih dari 1 jam, ya?” Dll.

Tahan nafsu keinginan menjelaskan sesegara mungkin. Dengarkan dulu. Sambungkan dulu. Di waktu yang pas, barulah sampaikan apa kita pikirin.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait