“Ini adalah sepeda, sebuah alat transportasi yang menggunakan tenaga manusia dengan cara dikayuh sehingga dua rodanya berputar. Bersepeda melibatkan 2 pihak, sepeda dan manusia.”
Pertanyaan. Apakah begitu cara mengajarkan orang agar mahir bersepeda?
Tentu bukan.
Yang penting adalah orang bisa menggunakan sepeda. Apa itu sepeda tidak penting diajarkan. Elemen-elemen sepeda yang perlu dipahami cukup yang dimanfaatkan saja. Seperti, rem, tuas pemindah gigi, pengunci jok (agar bisa diturunkan dinaikan) standar, atau kunci rantai. Elemen-elemen detail lain tidak diperlukan. Kecuali, dia mau jadi hobbyist serius atau ilmuwan sepeda.
Demikian pula dengan belajar komunikasi.
Orang tidak perlu tahu definisi komunikasi (yang jumlahnya >100). Orang tidak perlu tahu ada yang namanya komunikator atau komunikan. Atau bagaimana ada proses encoding dan decoding dalam benak orang. Atau lain-lain yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kerja edukasi di lapangan.
Ilmu komunikasi bagi nakes, kader, atau edukator di lapangan mesti aplikatif. Bila pun ada teori atau model, mesti applied science. Ilmu siap diaplikasikan bukan ilmu untuk ilmu.
Dalam KAP, topik-topik yang dikenalkan untuk dipraktikkan (seperti belajar sepeda, lebih baik nyoba langsung dari pada teori melulu) mencakup:
Tingkat model
Edukasi perorangan: tiga prinsip KAP
Edukasi kelompok: 4 tahap edukasi
Teknik-teknik
Turunan prinsip 1: Bangun keakraban
Seputar nama:
- Jurus menyebut nama > 5x
- Ngobrol arti nama
- Gunakan nama anak
- Gunakan nama/ gelar baru
- Gunakan nama marga
- Mengenalkan nama secara menancap
- Sebut nama ramai-ramai
- Julukan penyemangat
Seputar Nonverbal yang nyaman:
- Kontak mata
- Senyum
- Tangan tubuh
- Mimik
- Suara
- Jarak bicara
- Penyelarasan
- Kalibrasi
- Sentuhan
- Kontrol nonverbal
- Posisi menentukan komunikasi
(Daftar ini baru sebagian kecil)
Kok, banyak ya? Ribet amat? Belajar sepeda saja ga ribet-ribet begitu?
Memang. Manusiakan kan kompleks. Gaya berkomunikasinya macam-macam. Masalah komunikasinya juga. Agar tidak mati kutu, edukator perlu memiliki stok beragam teknik. Walaupun, yang akhirnya digunakan sih hanya satu dua.
Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia