Agar Warga Bisa Saring Sebelum Sharing

Sumber Foto: diproses menggunakan Artificial Intelegence
Sumber Foto: diproses menggunakan Artificial Intelegence

Saring sebelum sharing. Begitu kata panduan (menggunakan) media sosial, yang kerap terdengar. Tujuannya agar rantai penularan hoaks, baik di area politik, kesehatan, ekonomi, atau lainnya, terputus dan tidak berdampak luas di masyarakat.

Agar dapat melakukan saring sebelum sharing, pertama-tama tentu warga mesti dapat menyaring informasi. Mereka mesti dapat membedakan antara informasi yang meragukan dan menyesatkan, seperti hoaks, dengan informasi valid. Tanpa kecakapan itu, panduan saring sebelum sharing tidak bisa diaplikasikan.

Terkait kecakapan warga itu, survei UNICEF Q2 2024 di 6 kota besar di tanah air menemukan sekitar 76% melaporkan tidak bisa membedakan antara informasi yang meragukan dan informasi yang benar. Hanya sekitar 24% yang menyatakan dapat membedakan keduanya.

Dalam membedakan kedua ragam info itu, warga berpatokan pada ciri-ciri tertentu. Yang pertama adalah kejelasan sumber informasi (48%), disusul akurasi informasi/ data (21%), jumlah informasi (14%), keterpercayaan informasi (13%), ketersediaan bukti (11%), dan ajakan memviralkan (10%).

Di antara 6 ciri di atas, yang terakhir adalah yang mudah diaplikasikan karena jelas teramati. Ciri-ciri lain membutuhkan upaya kognitif yang serius (pemeriksaan teks, analisis atau lainnya). Misalnya, untuk menentukan kejelasan sumber, seseorang mesti memiliki pemahaman yang mendalam terkait topik informasi. Demikian juga dengan akurasi info atau ketersediaan bukti nyata.

Tidak banyak warga yang menyebut ciri-ciri yang lebih mudah diamati, seperti ajakan memviralkan (10%). Ciri mudah, seperti penulisan tanda baca (yang salah), disebut sedikit responden (0,3%).

Salah satu strategi utama informasi meragukan (yang hendak menyesatkan) adalah pendekatan emosional. Namun, sedikit warga yang menyadarinya. Dalam survei yang mewawancarai 2000 orang itu, dijumpai 9% yang menyebut ciri informasi meragukan adalah membuat khawatir. Sekitar 5% menyebut ujaran kebencian. Sementara, sekitar 2% menyebut judul provokatif, dan 1%, menimbulkan rasa benci/ permusuhan.

Temuan survei menunjukkan adanya kebutuhan edukasi warga yang meluas untuk meningkatkan kecakapan warga menyaring informasi yang diterima. Warga perlu dikenalkan dengan panduan praktis, seperti ciri-ciri yang dapat mudah dikenali pada informasi meragukan. Dengan kecakapan saring yang memadai, warga lebih mudah sharing informasi yang valid.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait