Edukasi Dalam Waktu Terbatas

Sumber Foto: Dokumentasi praktik lapangan Pelatihan Keterampilan Kader Posyandu di Bali, RCCE (2024)
Sumber Foto: Dokumentasi praktik lapangan Pelatihan Keterampilan Kader Posyandu di Bali, RCCE (2024)

“Di layanan, waktunya terbatas. Antrian panjang. Lama sedikit, orang protes. Bagaimana bisa menerapkan KAP?”

Ini pertanyaan kerap ditanyakan mereka yang ingin menerapkan KAP dalam keterbatasan waktu.

Rumusnya, sebetulnya, begini. Semakin terbatas waktu, semakin terstruktur sesinya. Ini berlaku baik pada KAP edukasi perorangan maupun kelompok.

Dalam edukasi kelompok, selain waktu, ukuran kelompok pun perlu diperhatikan. Rumusnya, semakin besar kelompok atau banyak orang-orangnya, semakin terstruktur sesinya.

Terstruktur di sini maksudnya skenario KAP, termasuk tahapan-tahapannya mesti lebih spesifik dan dijalankan lebih ketat.

Alat bantu juga mesti siap. Dalam KAP perorangan alat bantu adalah cerita/ perumpamaan. Dalam KAP kelompok, ditambah lagu, permainan, dan dinamika kelompok lain.

Untuk KAP perorangan, bila waktu longgar, edukator memiliki banyak opsi. Misalnya, dalam membangun keakraban edukator memilih simpul dan ternyata ketemu, yaitu berasal dari SMP yang sama. Sejurus kemudian, mereka pasti asyik mengobrol panjang lebar. Kalau tidak dihentikan, bisa berjam-jam.

Dalam waktu terbatas, opsinya dibatasi. Mesti fokus pada yang ringkas-ringkas. Misalnya dalam membangun keakraban edukator dapat menggunakan: nama dalam percakapan atau maksimal ngobrol arti nama, sentuhan atau nonverbal yang nyaman lainnya.

Untuk saling mendengarkan dan berbicara, edukator menyiapkan beberapa pertanyaan kunci. Edukator pun sudah menyiapkan pesan dalam bentuk cerita – perumpamaan singkat.

Untuk kunci komitmen, edukator juga telah menyiapkan prosesnya, semisal 3 pertanyaan pengunci komitmen (cek pemahaman, ragukan untuk meneguhkan, dan merinci).

Semuanya dituliskan seperti SOP agar tidak lupa atau terloncat. Semua termasuk langkah-langkah, pertanyaan-pertanyaan, teknik-teknik pendukung (misal: pantulkan, paraphrase, dll.), cerita-perumpamaan, semua dituliskan rinci. Bakan sampai menit-menitnya.

Memang jadi terkesan mekanistik tapi ini tuntutan waktu terbatas. Di awal-awal, edukator yang menjalankan akan merasa kaku. Mungkin sesekali perlu melihat contekan, memastikan tahapan dilalui komplit. Namun, setelah sekian kali, edukator akan terbiasa. Kemudian dia jadi lebih lentur dan kreatif. Memodifikasi atau menambah hal-hal baru. Tapi tetap dalam range waktu terbatas.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait