Edukator Kesehatan: Talkative atau Communicative?

Sumber Gambar: Didesain menggunakan Canva
Sumber Gambar: Didesain menggunakan Canva

Apakah selalu begitu edukator kesehatan mestilah pandai dan lancar bicara, cas-cis-cus. Apakah selalu begitu?

Dalam perilaku berkomunikasi, ada yang namanya talkative dan ada pula communicative. Kedua itu tidak sama.

Talkative itu jago ngomong. Ngomong terus. Ngomong banyak. Lihai merangkai kata-kata. Bicara seperti tidak pernah kehabisan kata-kata.

Mereka menjadi sumber informasi sementara orang lain adalah penerima informasi.

Mereka pandai bersilat lidah. Lihai menyingkap kelemahan pendapat orang. Juga selalu punya cara mematahkan pendapat orang.

Mereka selalu menjadi pihak yang memimpin percakapan.

Di sisi lain, orang communicative bukan orang yang bicara terus-menerus. Bahkan, banyak di antara mereka cenderung tidak terlalu banyak ngomong. Bagi mereka, ada waktunya bicara, ada waktunya diam menyerap pesan. Mereka lebih bersikap nyambung, menyimak dan bertanya-tanya pendek pada lawan bicara sehingga lawan bicara lebih banyak sepenuh hati. Mereka berusaha meresapi dan memahami orang lain. Adakalanya mereka diberi arahan atau masukan-masukan.

Orang communicative tidak selalu menjadi sumber informasi karena kadangkala justru mereka belajar dari lawan bicaranya.

Mereka juga tidak selalu memimpin percakapan. Setiap percakapan adalah percakapaan bersama. Saling mendengarkan. Saling bercerita. Saling memahami. Saling mengajari.

Untuk edukator kesehatan, sebaiknya seperti apa, talkative atau communicative?

Untuk jangka pendek atau sesaat, orang talkative memang menarik. Seperti juru kampanye (jurkam) atau politisi yang menjual mimpi dengan kata-kata indah nan membuai tapi ya ada masanya. Atau penjual barang yang hanya mengejar transaksi. Setelah deal closed, ya sudah tidak ada urusan lagi. Yang penting orang sudah melakukan perilaku yang disarankan.

Untuk edukasi jangka panjang, idealnya orang mesti communicative. Karena interaksi jangka panjang mesti dibentuk dengan fondasi hubungan nyaman dan saling percaya. Masing-masing pihak mesti saling berbagi. Ada kekurangan atau kelebihan masing-masing yang saling mengisi.

Seperti halnya posisi seorang sahabat sejati bagi kita. Dia bukan orang yang bicara terus menerus tanpa henti. Bukan pula orang yang posisinya selalu benar, tidak pernah salah, sehingga kita tergantung dan takut salah. Bersamanya kita saling bercerita dan mendengarkan.

Nah, pertanyaannya, edukator kesehatan kita maunya menjadi seperti apa? Jangka pendek, hit and run atau yang jangka panjang mendampingi masyarakat secara berkesinambungan?


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait