Jangan “Jualan” Perilaku Sehat

Sumber Foto: gritglobal.io
Sumber Foto: gritglobal.io

Saat “menjual”, apakah penjual benaran menjual produk? Atau dia menjual hal lain?

Ambil contoh air kemasan.

Apakah dia “menjual” air dalam kemasan di mana air adalah molekul yang terdiri dari 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen?

Atau dia jual manfaat? Agar bugar seharian? Atau kandungan kaya mineral sehingga menyehatkan?

Contoh lain, kulkas (dari bahasa Belanda: koelkast)

Apakah penjual menyampaikan kulkas adalah perangkat elektronik yang terdiri dari komponen kompresor, kondensor, evaporator, refrigerant, thermostat dll.?

Atau justru manfaat? Agar buah, sayur, dan bahan pangan yang segar sehingga disukai keluarga? Atau buat hemat karena bahan pangan atau makanan jadi bisa disimpan dalam waktu lama? Atau kekuatannya 3x lebih lama dari kulkas lain? Atau supaya kelihatan keren di mata tetangga-tetangga?

Dua contoh di atas menunjukkan penjual tidak menjual produknya tapi hal lain yang lebih menarik. Seperti manfaat yang akan dirasakan, kepuasan batin, kerugian yang dihindari, citra diri yang terbentuk, penerimaan orang lain atau pertemanan yang berkembang, dan lain-lain.

Kenapa mereka tidak menjual produk saja?

Jawabannya karena produk tidak selalu laku dijual sebagai produk an sich (Bahasa jerman, terjemahannya: produk itu sendiri).

Sebetulnya, demikian pula dalam menjual “produk” kesehatan termasuk perilaku sehat (seperti imunisasi, cuci tangan pakai sabun, minum obat tuntas, dll.) atau kumpulan perilaku sehat (PHBS, Germas, Cerdik, ABCDE, Cek Klik, dll.). Yang “dijual” bukan imunisasi itu apa, apa saja jenisnya? Atau apa itu PHBS, pengertiannya, perilaku-perilakunya dll? Carilah yang lebih menarik minat orang.

Di sini kita perlu berorientasi pada khalayak. Apa yang menarik perhatian & minat mereka?

Orang tua punya anak usia di bawah 1 tahun. Lagi sayang-sayangnya dengan anak. Tak bosan-bosan mengajak bermain. Saat bekerja selalu sempatkan telpon atau video call sekedar dengar suara anak.

Penyakit yang menakutkan, yang bisa menyerang anak, mungkin bisa “dijual.” Jangan hanya mengatakan sekarang ada virus polio yang berbahaya karena belum tentu kena. Namun, sampaikan cerita banyaknya kasus polio, mudahnya virus menular ke mana-mana, menjerit-jeritnya anak kesakitan kalau kena, kakinya lumpuh seumur hidup, tidak bisa diobati ke mana pun berobat, dan lain-lain.

Atau, bisa juga harapan atau mimpi, seperti otak anak akan jadi pintar, juara di sekolah; otak sehat sehingga hapalan kuat, seperti ustad ternama itu; tulang dan ototnya kuat, modal jadi pemain bola ternama; selalu juara di sekolah; otak sehat sehingga hapalan kuat, seperti ustad ternama itu; tulang dan ototnya kuat, modal jadi pemain bola ternama; selalu dekat dan sayang orang tua; dan lain-lain.

Ringkasnya, jangan “jualan” perilaku sehat an sich. Takutnya kurang laku.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait