Tugas Jendral Komunikasi

Tugas Jendral Komunikasi

Kebanyakan dari 25 kompetensi kader adalah menjelaskan atau melakukan edukasi. Seperti menjelaskan pencegahan anemia, anjuran Tablet Tambah Darah selama hamil, menjelaskan materi Buku KIA pada ibu/pengasuh, melakukan edukasi imunisasi sesuai umur anak dan PD3i dll.

Sekilas seperti kerja mudah, hanya ngomong, tetapi dalam perspektif komunikasi perubahan perilaku, kompetensi-kompetensi kader, kalau semuanya dipikul mereka, bakal luar biasa tantangannya.

Karena setiap topik pasti memiliki strategi dan taktik edukasinya sendiri. Ibarat prajurit di medan tempur, mereka mesti punya strategi dan taktik karena musuh-musuhnya juga tentu punya strategi dan gayanya sendiri. Ada yang suka pertempuran jarak pendek terbuka. Ada yang gerilya. Ada yang membangun parit-parit. Ada yang pakai perisai manusia. Ada yang pura-pura jadi warga biasa.

Ada yang pakai serangan udara. Ada yang pakai drone. Dan macam-macam lainnya.

Kader pun demikian. Mereka mesti akan menghadapi berbagai macam situasi komunikasi. Kalau warga tidak perhatian saat edukasi, bagaimana? Kalau warga tak punya pemahaman dasar? Kalau punya preferensi berbeda? Kalau benci? Kalau tak percaya? Kalau agama (menurutnya) melarang? Kalau ada norma mengikat? Bagaimana mereka akan menghadapinya?

Kalau tempatnya di Posyandu yang ramai? Kalau waktunya hanya 5 menit? Kalau di rumah warga? Kalau di pasar? Bagaimana melakukannya?

Yang jelas, tak bisa hanya sekedar menjelaskan, menyampaikan, memberi tahu, atau ngomong begitu saja. (Boleh dicoba, kok. Minta saja para kader datang ke para perokok yang ngumpul di warung kopi. Minta mereka menyampaikan puluhan bahaya merokok. Kalau ga dicuit-cuitin, mungkin dicuekin.)

Makanya, para prajurit sebelum bertempur dilatih habis-habisan. Fisiknya dilatih dengan berbagai cara. Mesti latihan sprint. Marathon. Merangkak. Panjat-panjatan. Push-up.

Latihan bela diri. Sparing jarak dekat. Gulat. Mengendap-ngendap dan lain sebagainya.

Mereka pun dibekali beragam taktik lapangan dan alat agar bisa melumpuhkan musuh-musuhnya.

Kader pun mestinya demikian. Setiap perilaku sasaran butuh caranya sendiri. Kalau imunisasi, misalnya, karena orang tua khawatir akan efek samping (versi orang tua, bukan klinis), maka mungkin pendekatannya lebih ke penguatan kebersamaan, contoh-contoh dari para orang tua yang mendukung, taktik yang lebih bermain, lucu-lucuan sehingga nanti pesan-pesannya masuk tanpa disadari dll. Untuk MMS (multi vitamin buat ibu hamil), yang bumil suka lupa, bosan minum dan dipandang tidak perlu, mungkin perlu metode-metode menghafal (repetisi), membiasakan (habit building seperti dengan Fog Behaviour Model dan nudge), kesan agamis, dll.

Karena itu, seperti halnya jendral militer, jendral komunikasi mesti melatih keras kecakapan komunikasi kader-kader, para prajurit di lapangannya. Juga membekali mereka dengan beragam taktik-taktik komunikasi di lapangan. Tidak bisa hanya menyuruh maju “berperang”.

Bila tidak, ibarat perang, namanya misi bunuh diri.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait