Tingkat Pengetahuan ASI Saja

Tingkat Pengetahuan ASI Saja

Saat ditanya apa makanan atau minuman untuk bayi usia 0 sampai dengan < 6 bulan, hampir semua warga yang disurvei memberi jawaban tepat, yaitu ASI (96%). Namun, tingkat pengetahuan ini menjadi tidak bermakna saat dilakukan probing, warga ditanya lebih lanjut: makanan minuman apa lagi untuk bayi 0 sampai <6 bulan? Apa lagi? Apa lagi?

Ternyata, di samping ASI, sekitar 78% warga di 6 kota besar yang disurvei UNICEF-Nielsen menyebut makanan minuman lain, seperti susu formula atau makanan minuman lain yang sebetulnya tergolong sehat (seperti, air putih, buah, sayur, nasi dll.).

Dengan demikian, dapat disimpulkan baru 22% yang betul-betul memahami dan mungkin, sekaligus yakin (karena tidak goyah saat diprobing atau ditanya: Apalagi? Apalagi?) bahwa bayi 0 sampai dengan < 6 bulan hanya boleh mengonsumsi ASI (atau dikenal sebagai ASI Saja atau Eksklusif).

Dengan cakupan pengetahuan yang minim (tidak sampai 30%) sulit mengharapkan berkembangnya dukungan norma sosial terhadap pemberian ASI Saja, seperti sesama warga yang saling menasehati, mengingatkan atau bahkan menegur bila ada “pelanggaran”.

Sekilas pemberian ASI Saja terlihat sebagai perilaku privat (berdasarkan keputusan si Ibu saja), namun sesungguhnya ada aspek sosial pada perilaku itu, meski mungkin terbatas. Selain pengaruh di lingkar keluarga, interaksi berpengaruh negatif juga dapat terjadi di layanan kesehatan (di mana masih ada juga yang nakal mempromosikan susu formula).

Dalam situasi semacam itu, seorang ibu sulit menolak permintaan orang tuanya (nenek di bayi) untuk memberi pisang pada bayinya dan berharap suaminya (yang tidak paham konsep ASI Saja) untuk membelanya. Hal yang sama akan terjadi pada layanan kesehatan yang mempromosikan susu formula. Kalau pun Si ibu memahami konsep ASI Saja, dia mungkin kekurangan dukungan dari keluarganya (yang tidak paham).

Ringkasnya, dengan sedikitnya orang yang mengerti masalahnya, sulit bagi ibu yang mungkin sudah punya niat untuk mempraktikan ASI Saja, khususnya saat menemui halangan dari orang lain. Apalagi bila yang menawarkan memiliki posisi lebih tinggi secara sosio-budaya.

Jadi, untuk promosi ASI Saja, mungkin adanya baiknya kita berkonsentrasi terlebih dahulu ke masalah fundament, pengetahuan warga?


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait