Edukator kesehatan kadang suka bersedih hati mendapatkan penolakan yang secara eksplisit disampaikan warga. Sedih karena maksud kita kan baik. Semata-mata demi kesehatan warga. Rasanya terasa lebih berat bila edukator sendiri bekerja secara sukarela alias tidak digaji.
Sebetulnya, tak perlu bersedih hati karena dibalik penolakan terkandung sejumlah kebaikan.
Pertama, edukator telah memperoleh tanggapan yang objektif alias jujur. Orang yang mengatakan tidak atau tidak mau adalah orang yang berani mengungkapkan sikap apa adanya. Tidak menutup-nutupi pikiran atau perasaannya.
Dengan begitu, edukator lebih paham dan dapat mengembangkan percakapan lebih lanjut. Edukator dapat bertanya-tanya latar belakang penolakannya. Yang dimaksud di sini adalah bertanya-tanya secara tulus untuk memahami tanpa bersikap judgemental/ menilai/ menghakimi.
Dengan begitu, edukator dapat menyesuaikan pesan yang disampaikan. Bila penolakannya terkait dengan efek samping, edukator dapat menyampaikan informasi yang akurat, kemungkinan efek samping, cara menanganinya, testimoni orang lain, cerita yang memudahkan pemahaman, dan pesan-pesan lain yang sesuai. Bila terkait dengan larangan suami, edukator dapat berbagi dengannya teknik-teknik persuasi suami dan pesan lain yang mendukung.
Kalau orang diam saja, edukator tidak tahu bagaimana sikap orang sesungguhnya. Apalagi orang yang mudah bilang iya-iya atau mau-mau tapi sesungguhnya tidak, edukator malah bisa tersesat.
Kedua, penolakan tidak berarti hubungan selesai. Justru dari penolakan, edukator dapat mengembangkan percakapan yang semakin menguatkan hubungan atau keakraban.
Kalaupun hasil finalnya tetap menolak, asalkan edukator bersikap menghargai, maka mudah terbangun percakapan dengan topik lain. Intinya, sikap menghargai.
Warga yang mendapati edukator bersikap menghargai penolakkannya akan berubah dari agak was-was menjadi nyaman. Apalagi kalau edukator berterimakasih atas keterbukaannya atau berterimakasih atas pelajaran yang didapat, bertambah senanglah warga.
Yang perlu dilakukan berikutnya adalah membicarakan hal lain yang menyenangkan (obrolan informal). Misalnya, saat terlihat banyak piala di lemari, edukator dapat bertanya-tanya tentangnya. Warga pasti senang bercerita panjang lebar tentangnya. Akibatnya, pembicaraan bertambah asyik dan tentu saja, akrab.
Tidak apa-apa menerima penolakan tapi hubungan bertambah akrab. Tidak apa-apa. Ajak lagi saja lain kali. Kesempatan masih banyak.
Penulis: Risang Rimbatmaja, Forum KAP