Selamat Hari Jantung Sedunia! (besok, 29 September 2024).
Penyakit jantung adalah pembunuh terbanyak orang kita setelah stroke. Sekitar 300 ribu orang meninggal setiap tahun karenanya.
Bagaimana orang kita mempersepsikan penyakit jantung? Apakah mereka menganggap dirinya rentan terkena penyakit jantung? Apakah mereka berperilaku sehat untuk mencegahnya? Ataukah, mereka memiliki pandangan lain?
Dalam beberapa survei UNICEF-Nielsen, persepsi dan perilaku terkait penyakit jantung ikut ditanyakan pada 2000 responden, yang diambil secara random di 6 kota besar, yaitu Medan, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Makassar.
Pada survei kwartal 1 2023 responden diminta menyebut contoh PTM (Penyakit Tidak Menular). Ternyata jawabannya sangat beragam. Bila dikelompokkan, terdapat 72 jenis penyakit yang disebut dan sebagian tidak akurat (seperti yang persentasenya kecil: gatal-gatal, panu, bisul, dll). Hanya sekitar 13% orang yang menyebut penyakit jantung.
Sebetulnya, tidak menjadi masalah bila orang tidak mengenal jantung sebagai PTM. Dengan catatan, orang paham itu penyakit kronis, bukan dadakan. Dan sebagian besar, karena gaya hidup.
Di survei kwartal 2 2024 pertanyaan pendalaman dimasukkan. Terkait penyakit jantung, stroke, gula, ginjal, dan lainnya, mayoritas (49%) menunjuk makanan/ minuman sebagai penyebabnya, termasuk seperti makan kurang sehat, kelebihan makanan, makanan sampah, tidak teratur makan, soft drink dan lain-lain. Di lain pihak, sekitar 39% mengatakan tak tahu apa penyebabnya. Faktor lain yang cukup banyak disebut adalah tidur atau istirahat yang kurang pas (26% kelebihan atau kekurangan istirahat).
Survei kwartal 2 2024 juga menanyakan tentang perceived susceptibility atau persepsi kerentanan terkena jantung. Temuannya, sekitar 55% orang menganggap tidak akan terkena penyakit jantung. Persentasenya sebelas dua-belas dengan masalah diabetes, di mana 53% merasa tidak akan kena.
Apakah optimisme itu terkait dengan upaya pencegahan yang telah dilakukan seseorang? Misalnya, berolahraga secara teratur atau aktivitas fisik 30 menit tiap hari.
Ternyata hubungan kedua variabel itu sangat lemah. Di kalangan mereka yang merasa tidak akan kena jantung, hanya 10% beraktivitas fisik minimal 30 menit per hari. Kebanyakan melakukannya seminggu sekali (43%). Sekitar 24% malah tak melakukan sama sekali dalam seminggu terakhir.
Hubungan agak kuat justru ditemukan antara persepsi kerentanan dengan sikap fatalisme. Dalam survei kwartal 2 2024 ditanyakan pendapat orang, apakah mereka sangat setuju, setuju, atau sebaliknya terhadap pernyataan: menjaga makanan & olahraga teratur tidak bisa mencegah takdir terkena serangan jantung. Yang setuju atau sangat setuju cenderung fatalis. Ternyata, sekitar 70% orang dari kalangan yang merasa tidak akan kena jantung memandang makanan & olahraga teratur tidak mencegah takdir serangan jantung alias cenderung bersikap fatalis.
Nah, dengan gambaran di atas, bagaimana desain upaya perubaan perilaku yang sesuai?
Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia