Dalam Survei UNICEF Nielsen Q3 2024, sebanyak 2000 responden di 6 kota besar ditanya, “Dalam beberapa bulan belakangan, apakah Anda pernah dengan sengaja mencari informasi kesehatan?”
Istilah dengan sengaja, sengaja ditulis untuk mengidentifikasi orang-orang yang aktif mencari informasi kesehatan dan bukan mereka yang secara pasif, kebetulan, atau tidak sengaja memperoleh informasi kesehatan. Misalnya, karena dikunjungi kader atau promotor kesehatan, scrolling di gadget lalu berjumpa konten kesehatan, di-tag kawan, melihat spanduk, mendapat leaflet dari orang tidak kenal atau lain-lain.
Temuannya, sekitar 93% melaporkan tak pernah dengan sengaja mencari info kesehatan dan hanya sedikit, sekitar 7% yang melaporkan pernah dengan sengaja mencari info kesehatan.
Elaborasi lebih lanjut menjumpai variasi di dalam kelompok kecil pencari informasi aktif (7%), yaitu:
● Kelompok orang yang memiliki anak (7,9%) dan yang tidak memiliki anak (9,2%)
● Kelompok Laki-laki (5,7%) dan Perempuan (8,3%)
● Kelompok Lajang (3,9%), Menikah (7,9%), Pisah (13,1%)
Singkatnya, kebanyakan orang belum menjadi pencari informasi kesehatan yang aktif.
Kondisi semacam ini menggambarkan tantangan besar dalam menyebarkan informasi kesehatan. Karena tidak dicari-cari orang, informasi kesehatan mesti benar-benar atraktif. Dalam hitungan singkat, di medsos mungkin sedetik, informasi mesti bisa membuat orang berhenti scrolling sejenak untuk menyimak. Konsekuensinya, konten terlalu teknis mesti dikorbankan, dikurangi, atau disimpan belakangan, mengalah demi menarik perhatian orang.
Tantangan lebih serius muncul saat komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku orang. Dalam perspektif khalayak aktif, pengaruh hanya dapat muncul bila diawali dengan adanya kebutuhan orang terkait suatu informasi. Teorinya, 1) orang membutuhkan informasi seputar kesehatan, 2) orang mencari informasi kesehatan itu ke berbagai sumber, 3) saat kebutuhan orang terpenuhi atau terpuaskan, maka 4) terjadilah pengaruh itu.
Misalnya, seseorang menimbang-nimbang apakah perlu mengukur kadar gula dalam darahnya secara mandiri sehingga perlu membeli alatnya? Dia lalu mencari-cari info seputar itu di berbagai sumber. Akhirnya ada sejumlah sumber informasi yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan informasi dan kemudian dia membeli alat tertentu. Ringkasnya, sumber informasi hanya berpengaruh saat orang sudah terlebih dahulu memiliki kebutuhan akan informasi itu.
Dengan teori khalayak aktif begini, persoalan pentingnya adalah bagaimana mengembangkan kebutuhan orang terhadap suatu informasi kesehatan sehingga informasi kesehatan yang disediakan dapat mempengaruhi perilaku orang. Kebutuhan bisa dibangun dari kekhawatiran ataupun harapan. Khawatir pada penyakit tertentu atau harapan akan tingkat kesehatan tertentu.
Bila kebutuhan informasi kesehatan sudah terbangun, barulah kita bisa “menjual” layanan kesehatan atau perilaku sehat. Jangan kebalik, ya.
Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia