Yang dimaksud di sini bukan edukasi untuk prestasi belajar, nilai, ujian, atau pengayaan kognitif tapi edukasi yang berorientasi aksi perilaku sehat.
Pertama, penting karena menurut statistik, angka partisipasi sekolah tingkat SD itu tinggi. Nyaris 100%. Jadi, bicara edukasi satu generasi, kuncinya edukasi di SD.
Kedua, membangun kerangka berpikir sehat lebih mudah dilakukan sejak dini. Jangan baru saat orang punya bayi baru diajari apa sebetulnya imunisasi itu. Atau setelah berusia tua baru tahu gagasan makanan gizi seimbang. Terlambat. Lagi pula pikiran orang yang dewasa sudah kritis (terpapar banyak informasi) sehingga tidak mudah diedukasi.
Ketiga, bisa sering berlangsung. Bukan sebulan sekali seperti di Posyandu. Atau beberapa kali setahun seperti di kelas ibu hamil. Banyak waktu yang bisa dimanfaatkan saat anak-anak di sekolah, seperti waktu literasi pagi-pagi, jam pelajaran kosong, di sela-sela jam pelajaran, ekstrakulikuler, jam olahraga, dan lain-lain.
Keempat, edukasi bisa berlangsung menyenangkan. Iya, asalkan skenarionya menyenangkan. Sehingga membuat komunikator (guru, nakes, relawan) dan siswa sebagai pembelajar sama-sama mengalami proses yang menyenangkan.
Kelima, murah alias efisien. Asalkan edukasinya bersifat organik dalam kegiatan sekolah sehari-hari. Jadi, jangan dibuat seperti ajang spesial. Heboh-heboh, ramai-ramai tapi hanya bisa dilakukan sekali dua kali setahun. Edukasi perubahan perilaku di sekolah mesti jadi bagian keseharian. Makanya, akan sangat murah meriah.
Keenam, membantu prestasi belajar. Kalau anak berperilaku sehat, maka tubuh sehat. Jarang sakit. Jarang absen. Lebih bugar. Maka prestasi pun akan lebih bagus.
Semua itu dengan catatan. Yang dimaksud adalah edukasi untuk perubahan perilaku. Bukan edukasi untuk kognitif, untuk prestasi belajar, nilai, atau ujian. Pendekatan, metode, dan tekniknya berbeda. Ini yang dibahas di forum kemisan hari ini (Kamis, 26 September 2024) di Forum Kemisan. Lengkapnya dapat didengarkan pada tautan s.id/forumkemisan
Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia