KAP Perorangan: Metode Ngobrol-Ngobrol

Sumber Gambar: Gemini AI
Sumber Gambar: Gemini AI

Sekarang, KAP (Komunikasi AntarPribadi) dikembangkan untuk edukasi perorangan, seperti di kunjungan rumah, langkah 5, melipir di keramaian atau meja layanan menekankan ngobrol. Bukan ngomong ini itu tapi ngobrol.

Ngobrol itu dua arah, tek-tokan, gantian, saling cerita dan saling mendengarkan. Sementara, ngomong itu satu arah.

Kalau komunikasi di kantor polisi, misal dalam rangka membuat surat keterangan kehilangan barang, itu bukan ngobrol tapi ngomong. Pak Polisi bertanya, warga menjawab. Waktu ditanya alamat rumah, warga rasanya tidak boleh bertanya balik, “Kalau Bapak rumahnya di mana?”

Versi standar, ada 4 tahap, yakni Ngobrol akrab, Ngobrol masalah, Ngobrol solusi, dan Ngobrol sepakat. Pelaksanaannya tergantung situasi.

Kalau isunya sensitif alias yang mudah memicu emosi, seperti masalah gizi, TBC, HIV/AIDS, kusta, dan tidak jarang imunisasi, ngobrol akrabnya dibuat tebal. Effort-nya lebih banyak. Pastikan hubungan sudah mulai akrab, sebelum ngobrol masalah.

Makanya, untuk masalah gizi, kader yang mau mengajak orang tua memeriksakan anaknya ke Puskesmas atau memberi PMT Pemulihan, mesti tahu posisi dulu. Sudah akrabkah dengan Si Orang tua? Kalau belum, jangan buru-buru. Ngobrol akrab dulu saja.

Bila Ibu Kader belum kenal betul dengan Si Orang Tua, sampaikan saja pada tenaga kesehatan yang memberi tugas, “Saya ngobrol dulu ya, Bu Bidan. Cek-cek ombak. Bangun keakraban dulu. Kalau sudah enak ngobrolnya, sudah mulai akrab, saya akan ajak. Kalau masih kaku, jaim, atau seperti belum menerima, saya tidak ajak ngobrol masalah apalagi mengajak, ya.”

Ngobrol Akrab” dieksekusi dengan beragam teknik. Dasarnya adalah Jurus Menyebut Nama >5x, Mengenalkan nama menancap, Obrolan informal, Nyambung (kata-kata dan tanpa kata-kata).

Bila waktu memungkinkan, dapat diterapkan teknik lain, seperti Mengobrol makna nama, Mencari simpul, Mencari persamaan, Mencari objek pujian, Mengobrol dengan anak, dan lain-lain.

Tahap berikutnya adalah “Ngobrol masalah”. Kalau bukan isu sensitif, pendekatan direct dan explicit bisa diterapkan.

“Sudah dengar kabar anak kena DBD?”

“Kasus ISPA lagi naik, lho, sekarang.”

Tapi kalau topik yang sensitif bagi orang tua, pendekatannya mesti indirect dan implicit.

“Kan, ada yang kena flek di rumah ini…”

“Bu, timbangan Budi kayaknya perlu ditambah dikit lagi, ya.”

Setelah bisa masuk, silahkan ngobrol panjang lebar tentang masalah yang dihadapi.

Kalau ngobrol masalah berlangsung lancar, orang tua mestinya akan bertanya dengan sendirinya.

“Trus, untuk mencegahnya bagaimana?”

Kalau pun tidak mendapat pertanyaan seperti itu, edukator dapat bertanya.

“Ada cara untuk mencegahnya. Ibu mau tahu, ga?”

“Ijin, bolehkah saya jelaskan cara mencegahnya?”

Jika mendapat sambutan, edukator akan masuk ke “Ngobrol Solusi”. Targetnya, orang sampai hafal pesan kunci dan paham.

Setelah itu, silahkan diukur-ukur apakah sudah waktunya menyepakati sesuatu. Di sinilah kemudian masuk “Ngobrol Kesepakatan”.

Kesannya panjang, padahal kalau dieksekusi di lapangan kejadiannya bisa sesingkat 3-5 menit tapi bila lapangan membutuhkan, prosesnya bisa berjam-jam.

Tapi semakin singkat kesempatan di lapangan, semakin lama latihannya. Lho, kok bisa begitu?


Penulis: Risang Rimbatmaja, Forum KAP

Artikel Terkait

Fitur Aksesibilitas