Teorinya, proses belajar partisipatif membuat partisipan lebih semangat sekaligus lebih merasa memiliki hasil belajar. Tapi bagaimana menerapkannya di Posyandu secara normal?
Normal di sini maksudnya mengikuti pola waktu datang dan pulang ibu-ibu balita seperti biasanya.
Biasanya, kan kita kumpulkan ibu-ibu di satu waktu, sebelum atau sesudah kegiatan Posyandu, sesuai undangan. Lalu, mereka mengikuti sesi partisipatif yang durasinya berbeda-beda. Kalau sesi KAP, sekitar 30 menitan.
Tapi itu kan tidak normal. Karena mengubah pola kedatangan dan kepulangan terlalu banyak. Ada banyak penyesuaian, baik dari sisi ibu-ibunya maupun kader.
Nah, ada satu pola belajar partisipatif lain yang bisa dipertimbangkan, yaitu edukasi bergulir.
Contoh praktisnya begini.
9.05. Datang ibu Aminah, ibu balita pertama ke Posyandu. Timbang-timbang. Catat-catat. Ngobrol-ngobrol. Masuk meja 4 jam 9.10.
Di meja 4 dia diajari lagu singkat yang dia nyanyikan min 6x (pakem ala KAP). Kemudian dilanjutkan dengan ngobrol singkat membedah konten lagu. Setelah itu, bu Aminah diarahkan ke meja atau pojok khusus (menarik juga kalau kita sebuta meja 6) untuk menjadi edukator.
09.08. Ibu Desi datang. Setelah timbang-timbang, catat-catat, bu Desi tidak ke meja 4 tapi ke meja 6.
Di meja 6, ibu Desi menjumpai ibu Aminah yang mengajarkan hal yang sama seperti tadi, ajarkan nyanyi lalu dengan metode yang sama membuat si ibu balita menyanyi 6x. Kemudian ngobrol singkat.
Ibu Aminah pulang. Ibu Desi menunggu giliran mengedukasi.
Kalau menunggu sesaat tidak ada ibu-ibu yang nongol, ibu Desi diperbolehkan pulang dan edukasi ibu balita berikutnya kembali dimulai di meja 4 bersama kader pengampu.
Kalau ibu-ibu datangnya berombong-rombongan, maka satu rombongan bisa sekaligus mengikuti sesi edukasi lalu berombongan pula mereka menjadi edukator ibu-ibu berikutnya.
Konten dan metode setiap bulan akan berbeda. Yang jelas, skenario edukasi-nya mesti simpel dan asyik. Selain lagu, bisa pantun, cerita, tebak-tebakan, permainan lagu dan gerak, dan banyak lainnya.
Selama bergulir, kader pengampu meja 4 mengamati proses belajar. Kalau stuck, dia bisa membantu. Kalau lancar, dia bisa santai atau membereskan urusan lain.
Di lain pihak, ibu-ibu balita bukan hanya jadi objek tapi juga menjadi subjek pembelajaran. Kalau jadi edukator, mereka kan lebih semangat. Teorinya.
Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia