Menyiasati Ketiadaan Persamaan Profil (komunikator – komunikan)

Sumber Foto: Dokumentasi Tim Forum KAP dalam edukasi Kanker Serviks
Sumber Foto: Dokumentasi Tim Forum KAP dalam edukasi Kanker Serviks

Persamaan (similarity) adalah salah satu elemen persuasi yang ampuh, termasuk ke dalamnya adalah persamaan profil antara komunikator dan komunikan. Teorinya, persamaan memunculkan kesukaan yang kemudian membantu berkembangnya keakraban, kepercayaan, dan penerimaan.

Makanya, pasien TBC lebih mudah diajak oleh komunikator penyintas TBC, remaja lebih mudah diedukasi oleh komunikator remaja, kelompok warga dengan agama tertentu lebih mudah menerima ajakan tokoh yang agamanya sama, dan lain-lain.

Yang jadi masalah adalah secara programatik, komunikator yang berprofil sama dengan khalayak sasaran tidak selalu ada.

Yang tak jarang terjadi adalah seperti bu bidan yang belum menikah mengedukasi ibu-ibu hamil, remaja diedukasi orang dewasa atau sebaliknya, pasien TBC diedukasi oleh nakes yang sama sekali belum pernah sakit TBC, dan lain-lain.

Meski demikian, apakah perbedaan profil bisa diatasi? Bagaimana caranya?

Pengalaman ujicoba skenario edukasi kanker serviks (tes IVA) di 8 kota Jawa Timur menunjukkan nakes bapak-bapak ternyata bisa mengedukasi ibu-ibu untuk masalah yang sebetulnya cukup sensitif bagi perempuan. Bahkan, 5 dari 8 penguji adalah laki-laki dan ibu-ibu yang diedukasi tampak tidak canggung berpartisipasi mengobrol topik kanker serviks dan tes IVA.

Kuncinya adalah memanfaatkan teknik-teknik lain yang berfungsi sama, yaitu membangun keakraban. Dalam edukasi kelompok tentang kanker serviks, para penguji skenario memberikan waktu yang cukup untuk membangun keakraban, sebelum masuk ke topik bahasan. Mengikuti prinsip connect before content, para penguji menggunakan teknik menggunakan nama dalam percakapan, saling mengenalkan, memainkan permainan pemanasan, dan lain-lain.

Hasilnya, ibu-ibu tertawa, bergembira, dan akrab. Setelah connect, barulah mulai masuk content, seperti pesan-pesan bahaya kanker serviks sebagai pembunuh banyak perempuan, lewat karena telat, kelas kanker serviks dan peluang selamat (misalnya, diketahui di kelas 1, peluang selamat minimal 90%), selamat karena tidak telat (tes IVA), dan lain-lain.

Kalau bapak-bapak bisa mengedukasi ibu-ibu tentang kanker serviks, isu yang cukup sensitif, bagaimana dengan remaja? Apakah remaja laki atau perempuan bisa mengedukasi ibu-ibu?

Untuk komunikator bapak-bapak, ujicobanya sudah dilakukan sebulan terakhir. Hasilnya pun akan disajikan di Forum Kemisan minggu ini (12 Desember 2024 pukul 13.00). Di sana, para penguji skenario akan menceritakan pengalaman menggunakan skenario KAP, tanggapan para ibu, komitmen terbangun, dan prosentase ibu-ibu yang akhirnya tes IVA.

Untuk komunikator remaja mengedukasi ibu-ibu, tahapnya masih di perancangan kegiatan. Bila sudah ada hasil, akan kami ceritakan juga nanti.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait