Komunikasi Kader Ajak Ortu Yang Enggan Imunisasi Anak

Komunikasi Kader Ajak Ortu Yang Enggan Imunisasi Anak

“Bu Kader, coba-coba tunjukkan dong bagaimana biasanya mengajak orang tua yang enggan mengimunisai anaknya (suntik)?”

Lalu kader-kader menujukkan caranya.

“Ibu, imunisasi penting untuk kesehatan anak kita. Penting sekali.” “Imunisasi suntik itu aman, ya bu. Tidak apa-apa, kok. Kalau demam nanti dikasih obat.” “Datang saja ke Puskesmas, Bu. Nanti untuk masalah demam, tanyakan langsung ke bu bidan.”

Pasca ngobrol-ngobrol dengan ibu-ibu kader, dibuatkan sejumlah catatan.

Pertama, ada langkah awal penting dalam percakapan yang hilang, yaitu mendengarkan. Kader ternyata langsung menyampaikan pesan ajakan tanpa memahami terlebih dahulu apa yang menyebabkan keengganan. Akibatnya, besar kemungkinan pesan yang disampaikan kader tidak match dengan kebutuhan orang tua.

Baiknya, ibu-ibu kader bisa memulai dengan bertanya-tanya dengan pikiran terbuka. Jangan berpikir judgemental, dengarkan saja. Selain untuk memahami sebab keenganan untuk imunisasi (sehingga bisa disampaikan pesan yang nyambung), mendengarkan juga penting untuk membangun hubungan dan memfasilitasi berlakunya hukum timbal balik (reciprocity) di antara kader dan orang tua.

Bila ada waktu, bu kader juga bisa mengembangkan obrolan informal, yang membuka penerimaan orang tua untuk topik yang disikapi negatif (contoh bisa dilihat di sini https://s.id/1QiHU)

Saat mendengarkan, ibu kader pun bisa menyampaikan apresiasi, yang juga membuka peluang orang tua membuka diri pada pesan yang akan disampaikan kader (contoh apresiasi dapat dilihat di sini https://s.id/1QiJB ).

Kedua, cara menyampaikan pesannya kurang taktis. Orang tua jangan-jangan tidak mendapatkan gambaran yang mudah dicerna tentang bagaimana imunsasi suntik itu aman bagi anaknya. Kader sebetulnya bisa menggunakan perumpamaan-perumpamaan tentang imunisasi, yang memudahkan orang tua memahami, membayangkan, dan merasakan dari pesan-pesan yang disampaikan.

Ketiga, ibu-ibu kader menggunakan teknik komunikasi rujukan yang cenderung buang badan, yaitu ketika mereka meminta orang tua menanyakan langsung ke bidan. Sebetulnya, ibu-ibu kader dapat menggunakan komunikasi rujukan yang berbasis hidden suggestion yang mengesankan ke-rendahhati-an sehingga lebih berpeluang membuka hati (aplikasi hidden suggestion dapat dilihat di ini https://s.id/1QiAg ).

Catatan di atas cukuplah memberi gambaran yang perlu disiapkan dalam pelatihan-pelatihan KAP. Namun, lepas dari catatan di atas, apresiasi yang tinggi perlu diberikan pada para kader yang telah gagah berani berkomunikasi dengan orang tua yang enggan mengimunisasi anak.


Penulis: Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia

Artikel Terkait